Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) adalah salah satu spesies elang berukuran sedang dari keluarga Accipitridae dan genus Nisaetus yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia.
Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm
(dari ujung paruh hingga ujung ekor).
Kepala berwarna coklat kemerahan, dengan jambul yang tinggi (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang tampak keemasan bila terkena sinar matahari).
Jambul hitam dengan ujung putih, mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap.
Kerongkongan keputihan dengan garis-garis hitam membujur di tengahnya. Ke bawah hingga ke arah dada, coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan, yang pada akhirnya di sebelah bawah lagi berubah menjadi pola garis coret rapat melintang merah kecoklatan di atas warna pucat keputihan pada bulu-bulu perut dan kaki.
Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari.
Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang tampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna serupa, namun sedikit lebih besar.
Iris mata kuning kecoklatan, paruh kehitaman, di pangkal paruh berwarna kekuningan,kaki (jari-jari) berwarna kekuningan.
Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklat kayu manis terang, tanpa coretan atau garis-garis.
Ketika terbang, elang jawa serupa dengan elang brontok (Nisaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung tampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, namun berukuran sedikit lebih kecil.
Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng.
Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 3.000 mdpl.
Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaan hutan primer sebagai tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan sekunder sebagai tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan primer yang luas.
Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam hutan. Dengan sigap dan tangkas menyergap mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di atas tanah, seperti berbagai jenis reptil, burung-burung sejenis walik, punai, dan bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet.
Masa bertelur Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah. Telur berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari. Indukan Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) berpartisipasi dalam memberi makan anakan Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) muda. Beberapa Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) remaja memungkinkan tinggal di sekitar sarang mereka sampai tahun berikutnya.
Pohon sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala (Altingia excelsa), pasang (Lithocarpus sundaicus), tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan, ada pula sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200–300 meter dari tempat rekreasi.
Di habitatnya, Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) menyebar jarang-jarang. Total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah individu elang ini berkisar antara 600-1.000 ekor. Populasi yang kecil ini menghadapi ancaman besar terhadap kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutan menjadi lahan pertanian telah menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa. Bahkan elang ini juga terus diburu orang untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya, memelihara burung ini seolah menjadi kebanggaan tersendiri, dan pada gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.
Mempertimbangkan kecilnya populasi, wilayah yang terbatas dan tekanan tinggi yang dihadapi itu, maka organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan elang jawa ke dalam status EN (Endangered, terancam kepunahan). Demikian pula, Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai hewan yang dilindungi oleh undang-undang.
Catatan taksonomis
Sesungguhnya keberadaan Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) telah diketahui sejak tahun 1820, tatkala van Hasselt dan Kuhl mengoleksi dua spesimen burung ini dari kawasan Gunung Salak untuk Museum Leiden, Negeri Belanda. Akan tetapi pada masa itu hingga akhir abad-19, spesimen-spesimen burung ini masih dianggap sebagai jenis elang brontok.
Baru pada tahun 1908, atas dasar spesimen koleksi yang dibuat oleh Max Bartels dari Pasir Datar, Sukabumi pada tahun 1907, seorang pakar burung di Negeri Jerman, O. Finsch, mengenalinya sebagai takson yang baru. Ia mengiranya sebagai anak jenis dari Spizaetus kelaarti, sejenis elang yang ada di Sri Lanka. Sampai kemudian pada tahun 1924, Prof. Stresemann memberi nama takson baru tersebut dengan epitet spesifik bartelsi, untuk menghormati Max Bartels di atas, dan memasukkannya sebagai anak jenis elang gunung Spizaetus nipalensis.
Demikianlah, burung ini kemudian dikenal dunia dengan nama ilmiah Spizaetus nipalensis bartelsi, hingga akhirnya pada tahun 1953 D. Amadon mengusulkan untuk menaikkan peringkatnya dan mendudukkannya ke dalam jenis yang tersendiri, Spizaetus bartelsi.
Comentarios